No one left behind

Dalam SDGs dimaknai sebagai perjalanan bersama sejumlah negara (tanpa ada satupun yang tertinggal) dalam upaya melanjutkan program pembangunan global. Salah satu program yang dilanjutkan dalam SDGs adalah sektor kesehatan. Pada tujuan ke-3 SDGs, disebutkan target utama sektor kesehatan adalah  “menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia”.

Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi seharusnya dapat memberikan kontribusi yang besar bagi upaya pengentasan masalah multidimensi seperti kemiskinan, pembangunan ekonomi yang dijalankan secara berkelanjutan dan inklusif diharapkan mampu mencapai cita-cita mulia dari pembangunan ekonomi itu sendiri. Namun pada kenyataannya pembangunan masih selalu menyisakan masalah kemiskinan, masyarakat semakin terasa dimiskinkan karena tidak tersentuh akses pendidikan dan juga kesehatan. Padahal masyarakat kecil sangat rentan terhadap gangguan kesehatan yang akan berdampak pada menurunnya produktifitas mereka, bagi para pekerja usia produktif musibah penyakit dapat menghambat pekerjaannya terlebih sebagian besar dari mereka merupakan pelaku usaha sektor informal yang apabila tidak bekerja maka mereka tidak akan mendapatkan penghasilan.

Program Bungkesmas merupakan program yang diinisasi oleh STF UIN Jakarta untuk menjawab tantangan pembangunan inklusif khususnya bidang kesehatan, atas kesadaran bahwa masyarakat miskin juga perlu memiliki perlindungan akan kesehatan maka Bungkesmas adalah jawaban dari itu, Bungkesmas hadir dan didesain agar masyarakat rentan miskin bisa mendapatkan akses terhadap perlindungan kesehatan sehingga premi dari Bungkesmas hanya 150 ribu rupiah per tahun. Premi bungkesmas dibuat agar terjangkau oleh masyarakat miskin, dan yang terpenting kehadiran Bungkesmas dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya masyarakat kecil agar memiliki perlindungan kesehatan, sejauh ini perlindungan kesehatan hanya dianggap dimiliki oleh masyarakat mampu dan di daerah perkotaan.

Pada Tahun 2012 STF UIN Jakarta bekerjasama dengan Ford Foundation dalam rangka melahirkan program advokasi kesehatan bernama Bungkesmas. Awalnya program ini dirancang agar dapat memberikan akses kepada masyarakat mendapat layanan kesehatan gratis, seiring perjalanan waktu dan dinamika pengelolaan manajemen kesehatan maka bungkesmas bertransformasi sebagai jaminan atau asuransi kesehatan, kecelakaan dan kematian. Bungkesmas telah menjajaki kerjasama dengan Zurich di tahun 2015 dan saat ini bekerjasama dengan Takaful Keluarga.

Dari jumlah premi tersebut, peserta bungkesmas mendapatkan perlindungan kesehatan berupa santunan harian rawat inap rumah sakit sebesar Rp. 100 ribu per hari dengan maksimum 90 hari dalam setahun, pergantian biaya pembedahan/operasi dengan maksimum RP. 2,5 Juta dalam setahun, santunan cacat tetap akibat kecelakaan dengan maksimum Rp. 7,5 juta per tahun, santunan meninggal dunia akibat kecelakaan sebesar Rp. 20 Juta dan santunan meninggal dunia alami sebesar Rp. 2,5 Juta.

Dalam perjalanannya sejak tahun 2012 hingga tahun 2020 program Bungkesmas telah memberikan manfaat sebesar Rp. Rp. 1,044 miliar dan teradapat lebih dari 18 ribu orang menjadi peserta bungkesmas. Angka ini masih akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah mitra bungkesmas, pada tahun 2021 ini mitra yang tercatat sebanyak 60 mitra yang tersebar di 13 provinsi di Indonesia. Diantaranya Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, NTB, Maluku, Kalimantan Selatan, Banten, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Aceh, Riau. Peserta Bungkesmas sejak tahun 2012 hingga 2020 tercatat sebanyak 19 ribu peserta. Berdasarkan data di tahun 2020, peserta Bungkesmas yang terdaftar didominasi oleh perempuan sebesar 51,1% sedangkan laki-laki sebesar 48,9%. Rentan usia yang mendominasi usia 36-45 tahun sebesar  30,6%.  Persentase peserta berdasarkan pekerjaannya diposisi pertama yaitu sebagai Ibu Rumah Tangga yang masih mendominasi sebanyak  Peserta 27,4%. Pekerjaan lain yang menjadi peserta bungkesmas yaitu wiraswasta 20,1%, petani 15,6%, pegawai negeri 307 peserta 9,8%, pegawai swasta 9.6%, pelajar 5,7%, lainnya 157 peserta 5%, guru 3,1%, belum bekerja 1,9%, nelayan 0,6%, POLRI/TNI 0,5%. Berdasarkan data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa peserta bungkesmas merupakan usia angkatan kerja dan usia produktif serta mayoritas bekerja di sektor informal khususnya IRT. Seperti semangat dari slogan Bungkesmas yaitu “Menenangkan Hati, Lebih Mandiri” diharapkan para peserta bungkesmas dapat menjalankan aktivitasnya dengan lebih aman, tenang serta mandiri karena sudah terlindungi oleh Bungkesmas.

Kedepannya diharapkan Bungkesmas mampu melebarkan kiprahnya hingga keseluruh provinsi di Indonesia walaupun tantangan kedepan masih sangat berat di tengah pandemi sejak Maret 2020 lalu hingga saat ini. Namun semangat STF UIN Jakarta dalam berkontribusi dan berperan aktif untuk Negeri tidaklah padam, khususnya dalam mewujudkan tujuan ke-3 SDGs  dan sila kelima “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Bungkesmas sebagai dharma bhakti UIN Jakarta untuk Negeri.

Penulis: Nadia Putri Adityo | Editor : Prof. Amelia Fauzia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here