Ciputat (15/02), Social Trust Fund (STF) UIN Jakarta menyelenggarakan webinar bertemakan Omicron dan Vaksinasi pada hari Selasa, 15 Februari 2022. Webinar ini menghadirkan narasumber yang kompeten dari Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Jakarta yaitu dr. Hari Hendarto, Ph.D., Sp. PD-KEMD. (Dekan Fakultas Kedokteran UIN Jakarta) dan Dr. Zilhadia, M.Si.Apt. (Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Jakarta). Webinar dibuka dengan sambutan dari Prof. Amelia Fauzia, Ph.D. selaku Direktur STF UIN Jakarta. Prof. Amelia Fauzia dalam sambutannya mengatakan bahwa sebagai lembaga sosial kemanusiaan, STF UIN Jakarta berusaha untuk melakukan literasi yang intinya untuk mencegah, jangan sampai kasus Omicron meluas atau banyak yang terkena dan yang kedua bagi yang sudah terkena bagaimana penanganannya. Melalui webinar ini kita ingin ada informasi yang tepat dari narasumber yang kompeten di bidangnya yaitu dua narasumber kita ini.

Kemudian webinar dilanjutkan dengan pemaparan materi tentang Omicron dan Vaksinasi. Pemaparan materi yang pertama oleh dr. Hari Hendarto, Ph.D., Sp. PD-KEMD., FINASIM (Dekan Fakultas Kedokteran UIN Jakarta)


Pada tanggal 26 November 2021 WHO mendeklarasikan virus varian baru yakni omicron, perbedaan virus ini dengan virus yang telas ada sebelumnya yakni inkubasinya lebih cepat dibanding varian lain, pertumbuhannya hanya selama 1.5 hari. jika dilihat dari berita yang beredar negara seperti Jerman, Prancis, Amerika Serikat, dan Arab Saudi penyebaran virus omicron sudah terjadi. di Indonesia sendiri sekarang kita telah resmi masuk pada gelombang ketiga virus Covid.

Banyak yang mengatakan bahwa virus varian omicron ini tidak berbahaya namun jika dilihat dari grafik yang di ambil dari New York Times ketika grafik kasus menurun, terdapat grafik angka kematian yang meningkat. jadi masyarakat diimbau untuk tetap berhati-hati karena saat ini omicron di Indonesia baru mulai pada tahap lepas landas, prediksi puncak di awal Maret atau akhir Februari.

Bagaimana efektivitas vaksin dalam mencegah infeksi covid dapat dilihat dari beberapa penelitian, setelah 6 bulan vaksin pertama atau kedua diberikan efektivitas mulai menurun. namun bukan berarti vaksin tidak memiliki kegunaan. dalam penelitian yang sama jumlah orang yang di vaksin jauh lebih sedikit dibanding yang tidak divaksin pada kasus rawat inap. Setelah 6 bulan maka diberikan vaksin booster untuk mengembalikan efektivitas seperti semula.

Poin yang harus ditangkap pada hal ini ialah vaksinasi bukan untuk mengobati melainkan mencegah jadi orang yang sudah menerima vaksin masih memiliki risiko namun lebih rendah dari yang tidak divaksin. selain divaksin masyarakat tetap harus menjalankan 5 M yakni menjaga jarak, membatasi mobilitas, memakai masker, mencuci tangan dan menjauhi kerumunan.

Kemudian pemaparan materi berikutnya disampaikan oleh Dr. Zilhadia, M.Si.Apt. (Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Jakarta)


Terdapat beberapa Rumor dan konspirasi atau misinformasi tentang vaksin, ternyata hal seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga di seluruh dunia, rumor yang beredar biasanya bertentangan dengan kebijakan dan intervensi pemerintah serta lembaga kesehatan yang menimbulkan keraguan bagi masyarakat untuk melakukan vaksinasi.

Media sosial biasanya digunakan untuk mencari informasi tentang penyakit, penularan dan mekanisme pencegahan. namun informasi kesehatan yang beredar di platform Online sering kali diperkuat oleh rumor dan teori konspirasi yang tidak selalu berdasarkan bukti ilmiah. Masyarakat juga menaruh keraguan pada kehalalan dari vaksin namun pemerintah sudah memberikan sertifikat halal dari vaksin yang pertama beredar di Indonesia.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here