Lulus Cumlaude dan Aktif di Berbagai Kegiatan Sosial

1858

ISNA FAUZIAH

Memasuki semester sembilan pikirannya mulai tak karuan. Uang untuk membayar biaya SPP belum juga didapat. Ia tak mungkin meminta kepada orang tua, karena ia tahu mereka sedang tak memiliki uang. Ia pun mencoba mencurahkan kegundahan kepada teman sekelasnya melalui pesan singkat.

Ia tak menyangka, curhatan kepada temannya memberinya jalan keluar untuk masalah yang dihadapinya. Temannya menyarankan untuk mendatangi STF UIN Jakarta guna memohon dana talangan pendidikan.

Namanya Isna Fauziah, saat itu masih berstatus sebagai mahasiswi Program Studi Akutansi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Karena  amat membutuhkan uang itu untuk kelancaran studinya, ia tak berpikir panjang. Ia ikuti saran temannya. Ia pun melangkahkan kaki menuju kantor STF UIN Jakarta di lantai dasar Auditorium Harun Nasution, sesuai petunjuk temannya tadi.

Isna, gadis kelahiran Sukabumi 1 Desember 1991 berasal dari keluarga pas-pasan. Ayahnya seorang guru ngaji yang penghasilannya tak menentu. Sementara ibunya hanya beraktivitas di rumah saja. Ia memiliki seorang adik yang masih duduk di bangku SMA. Sejak awal, ia membiayai kuliah dan kebutuhan hari-harinya dengan biaya sendiri. Uang tersebut ia peroleh dari bekerja sebagai guru bimbingan belajar dan private, dengan penghasilan rata-rata Rp500 ribu per bulan.

Sedikit demi sedikit, ia mencoba meringankan beban orangtuanya, uang jajan adiknya yang berkisar Rp 10 ribu rupiah per hari pun ia yang tanggung. Sisanya untuk biaya kuliah.

Isna tak ingin meminta-minta. Oleh karenanya ia hanya mengajukan dana pinjaman (talangan) ke STF UIN Jakarta. Ia berjanji akan membayar dengan cara mencicil pinjaman tersebut dalam beberapa bulan. Namun, karena pihak STF UIN Jakarta menilai Isna memiliki prestasi yang sangat bagus, ia justru dijanjikan beasiswa. “Wah waktu itu aku bersyukur banget,” ujarnya sambil mengenang masa-masa mengharukan itu.

Rasa syukur tersebut ia tunjukan dengan keseriusan belajar, di akhir masa studi ia mampun menyabet predikat cumlaude dengan IPK 3,61. Hal itu sangat membanggakan kedua orangtuanya. Pastilah tidak mudah bagi seorang mahasiswa mendapatkan predikat ‘lulus dengan kehormatan’.

Meski prestasinya amat gemilang, jangan dianggap Isna hanya seorang mahasiswi “kupu-kupu” alias kuliah pulang-kuliah pulang. Isna juga aktif di berbagai kegiatan organisasi. Ia bergabung dengan Komunitas Mahasiswa untuk Mushola (Komus) dan berbagai kegiatan sosial lainnya. Kegiatan-kegiatan tersebut telah mengasah softskill-nya.

Suatu hari di awal tahun 2014 ada pesan singkat masuk ke ponselnya, ternyata dari STF UIN Jakarta meminta para Truster sebutan lain bagi penerima beasiswa untuk datang ke kantor. Isna mengira kala itu terkait dengan berkas beasiswa. Ternyata pertemuan itu sedang membicarakan tentang rencana STF UIN Jakarta membuat Charity Store, sebagai program alternatif donasi bukan dalam bentuk uang namun barang bekas.

“Ini idenya bagus,” diam-diam ia mulai tertarik. Beberapa kali diadakan pertemuan guna mewujudkan Charity Store, Isna yang memiliki latarbelakang sebagai mahasiswa ekonomi, merasa ini sangat cocok dengan program tersebut. Ia berusaha semaksimal mungkin turut bagian dalam mejuwudkan Charity Store. Hingga kini setelah lulus, buah dari kerja kerasnya adalah ia telah direkrut STF UIN Jakarta untuk mengelola program Charity Store.

Menurutnya, menjadi volunteer di STF UIN Jakarta tidaklah sia-sia. “Mungkin terlihatnya kita sedang membantu orang lain, padahal saat itu kita sedang membantu diri kita sendiri. Kalau kita sungguh-sungguh, orang juga bisa melihat kinerja kita ko,” pesannya untuk para Truster agar aktif dalam kegiatan volunteer. (Dew/Mir)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here